Prasasti Jati - Brajan
WONOKROMOINFO. Prasasti Jati - Brajan yang ada di halaman Balai Desa Wonokromo mengingatkan dengan kejadian Pertempuran di Jati dan Brajan.
Jati dan Brajan adalah nama-nama pedukuhan yang berada di dalam Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Pleret (pada masa perang kemerdekaan II dinamakan Kapanewon17 Gondowulung), Kabupaten Bantul , Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Desa Wonokromo adalah 4.021.485 ha, desa ini merupakan daerah yang subur karena terdapat bermacam -macam tanaman dapat tumbuh dengan baik. Desa Wonokromo juga terdapat empat aliran sungai besar yaitu sebelah timur Sungai Gajah Wong, Sungai Belik, paling barat Sungai Code,dan paling selatan adalah Sungai Opak .
Adanya sungai dan area persawahan tersebut, desa ini sangat strategis untuk perang geilya. Pertempuran-pertempuran setiap hari terjadi antara pasukan gerilyawan dengan pasukan patroli-patroli Belanda. Setelah serangan balasan ke Kota Yogyakarta untuk yang pertama pada tanggal 29 Desember 1948, pada pagi harinya mulailah pertempuran yang hebat di jalan antara Palbapang dan Bakulan. SWK 102 yang sedang dalam kondisi kelelahan kemudian menyebar dan pada malam harinya berkumpul di Imogiri. 18 Sektor II sejak tanggal 31 Desember 1948 mulai diganti namanya menjadi Sub-Wehrkreise (SWK) 102 dengan komandan Batalyon I Mayor Sardjono. Daerah SWK 102 mempunyai wilayah dari Ambarukmo, Maguwo, Giwangan, Kotagede, Pleret, sampai sebelah selatan Karangsemut. Berangsur -angsur pasukan SWK 102 mulai berdatangan dan berkumpul yang kemudian diberikan tugas untuk bergerilya di selatan Kota Yogyakarta seperti Sie Soeradal, Sie Widodo, Sie Sudarmo, dan Sie Komarudin. 19 Daerah Wonokromo ini merupakan basis pasukan Komarudin.20 Komarudin sendiri sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat sekitar Wonokromo, bahkan ketenaran Komarudin melebihi dari Letkol Soeharto selaku
Komandan Wehrkreise (WK) III.21 Seorang Komarudin bisa terkenal karena keberanian dalam menghadapi Belanda dan juga menurut masyarakat seorang yang anti peluru.22 Pos-pos pasukan Komarudin selalu berpindah -pindah meskipun hanya di dalam wilayah Wonokromo seperti di Brajan, Karanganom, Wonokromo, dan Jejeran. Daerah operasi Komarudin juga sampai jauh ke utara Desa Wonokromo seperti Sorogenen, Bulu, Gandok, Ndruwo, dan sekitarnya. Pasukan Komarudin mendapat dukungan kuat dari rakyat Wonokromo yang membantu membuat pos-pos di rumah-rumah penduduk desa. Daerah Wonokromo merupakan daerah kewaspadaan tinggi karena desa ini deka t sekali dengan markas Belanda di Pleret. Markas Belanda di Pleret termasuk markas yang besar dan kuat selain itu di Pleret tepatnya Desa Segoroyoso juga dijadikan markas WK III23 . Pasukan Komarudin dan masyarakat bergotong royong untuk membuat lubang-lubang besar di jalan agar menghambat pergerakan patrol Belanda. Rakyat yang sebagian besar sebagai petani sering membantu membawakan senjata ke garis depan selain itu juga membuat ransum atau nuk untuk diberikan kepada gerilyawan. Pasukan TNI juga tidak segan untuk meminta makanan kepada penduduk Wonokromo. Penduduk sadar jika TNI pasti kelelahan dan kelaparan setelah bertempur dengan Belanda. Pada malam hari di Desa
Wonokromo juga sering disinggahi pasukan TNI untuk beristirahat dan pada siang harinya meninggalkan desa tersebut. Pergerakan pasukan TNI selalu mobil artinya tidak menetap agar sulit diketahui oleh Belanda. a. Pertempuran Jati Komandan Tijgerbrigade Belanda Kolonel Van Langen pada tanggal 1 Februari 1949 mengeluarkan rencana untuk mengadakan pembersihan di sekitar Sungai Opak – Jalan Yogya – Imogiri, dan Jejeran yang diperkirakan basis gerilyawan. Pada tanggal 2 Februari sekita pukul 15.00 kapal terb ang Belanda menyambar-nyambar dengan terbang sangat rendah. Kapal terbang tersebut sedang melakukan pemantauan aktifitas penduduk maupun gerilyawan di daerah Wonokromo. Konvoi pasukan Belanda dari markas Pleret menuju Jejeran dimulai dada tanggal 3 Februari 1949 pukul 06.00. Setelah memiliki keyakinan bahwa Wonokromo merupakan basis gerilya kemudian segera bergerak. Belanda mengepung Jejeran (daerah Wonokromo) dari berbagai arah kemudian melakukan penggrebekan di rumah-rumah penduduk dan membunuh penduduk s ebanyak 8 orang. Beberapa penduduk yang tampak mencurigakan langsung dibunuh oleh Belanda.24 Pendudukan Belanda di Yogyakarta saat Agresi Militer II yang diincar adalah kaum laki-laki. Hal tersebut karena laki-laki biasanya ikut terlibat dalam perang gerilya baik ikut berperang di medan pertempuran ataupun sebagai pengirim ransum. Maka dari itu, ketika Belanda mendatangi sebuah
perkampungan, kaum laki-laki akan bersembunyi atau berlari menuju ke tempat yang aman. Belanda sering menangkap kemudian membunuh pe nduduk laki-laki yang ditemuinya.25 Keadaan rakyat yang mengetahui kedatangan Belanda segera berlari menyelematkan diri. Sebagian besar dari penduduk Jejeran berlari ke arah timur menuju ke pedukuhan Jati dengan membongkok -bongkok melewati Sungai Belik. Belanda yang mengetahui hal tersebut bergegas mengejar melalui jalan -jalan desa dan pekarangan penduduk. Pasukan gerilyawan segera menembak Belanda sehingga menimbulkan pertempuran yang sengit. Komarudin sebenarnya mempunyai basis pasukan di Jejeran, akan tet api sedang tidak berada di tempat sehingga selamat dari operasi Belanda. 26 Anak buah Komarudin yang mendengar adanya operasi Belanda segera mencari posisi yang strategis untuk menyerang Belanda. Penyerangan tersebut hanya dilakukan oleh 2 orang tentara saja yaitu Jawadi dan Yudi. Keduanya berasal dari Wonokromo yang menjadi laska r Hizbullah dan bergabung dengan pasukan Komarudin. Jawadi dan Yudi sanggup mengatasi pasukan Belanda yang berjumlah 1 regu (15 orang). Keduanya menempati bekas pabrik tembakau sebagai pertahanan sementara pasukan Belanda datang dari arah Barat. Pasukan Belanda mengalami kerugian 2 orang yang terluka kemudian akan dibawa ke Tegal Gendu (daerah Kotagede) untuk diobati. Perjalanan yang lumayan jauh sehingga 2 orang yang terluka tadi meninggal. Sementara itu di Jati,
Belanda masih terus menembakan pelurunya s elama beberapa jam. Pasukan Belanda yang kaget karena suara tembakan dari TNI segera menceburkan diri ke dalam parit. Pasukan Belanda berjalan dengan merayap untuk mendekati pertahanan TNI, akan tetapi kedua orang tadi sudah menghilang. Belanda kemudian memburu kedua orang tadi sampai di pedukuhan Sareyan. Belanda yang gagal mengejar kedua orang gerilyawan segera melampiaskan kemarahannya dengan membunuh 7 orang penduduk. Setelah kembali ke markas Pleret kemudian Belanda melakukan serangan jarak jauh dengan mortir. Rumah-rumah penduduk di sekitar Wonokromo terkena serangan tersebut dan membawa kerugian yang cukup besar. Akan tetapi, peristiwa itu tidak menyurutkan semangat penduduk untuk berjuang melawan Belanda. 27 b. Pertempuran Brajan Pertempuran di Brajan meletus pada tanggal 10 April 1949 sekitar pukul 13.00 dan berakhir menjelang pukul 18.00. Pertempuran dimulai ketika pasukan patroli Belanda yang berada di wilayah Wonokromo. Pasukan patroli Belanda datang dari arah timur (markas Pleret) kemudian memasuki w ilayah pedukuhan Kanggotan pada sekitar pukul 04.00. Sesampainya di Kanggota Belanda mengeluarkan 2 tembakan karena melihat seorang penduduk yang hendak keluar rumah bernama Pak Sastro. 28 Pasukan Komarudin saat itu sedang berada tidak jauh dari rumah Pak Sastro sehingga langsung bersiap untuk menghadang Belanda di sebelah Barat
Sungai Gajah Wong. Belanda ternyata tidak bergerak ke Barat (daerah Wonokromo) akan tetapi menuju ke Selatan. Pasukan Komarudin yang melihat kejadian tersebut segera melaporkan situasi kepada pimpinannya yaitu Letnan Komarudin. Komarudin kemudian mengeluarkan perintah untuk melakukan pengepungan terhadap patroli Belanda. Pasukan Komarudin yang berjumlah 3 regu (45 orang) segera melakukan pengepungan. Siasat pengepungan dilakukan dari b agian Selatan di Trimulyo agar Belanda bergerak ke Barat. Di bagian Barat sendiri, pasukan Komarudin sudah menunggu dan menembakan beberapa peluru agar patroli Belanda bergerak ke arah Utara. Patroli Belanda kemudian bergerak ke Utara melewati tengah -tengah persawahan menuju ke pedukuhan Brajan dan Jejeran. Sesampainya di Jejeran, pasukan Komarudin bergerak ke arah Barat di tepi Sungai Code untuk menghadang pergerakan patroli. Patroli Belanda yang berada di Jejeran kemudian di giring dengan tembakan dan bergerak ke arah Selatan. Akan tetapi dari Selatan pasukan Komarudin bergerak ke Utara ditambah dengan tembakan dari arah Barat (tepi Sungai Code). Belanda yang sedang posisi terkepung kemudian berhenti di area persawahan sebelah Barat pedukuhan Brajan. Perte mpuran di area persawahan yang padinya sudah mulai menguning terjadi dengan sengit. Korban di pihak Belanda ada 5 orang dan 1 orang terluka yang akhirnya meninggal juga. 29 Kondisi cuaca waktu itu sedang hujan lebat dan hari mulai gelap sehingga sisa 1 regu dari patroli Belanda berhasil melarikan diri . Pada malam harinya
daerah yang menjadi tempat pertempuran di hujani oleh mortir dan persenjataan berat lainnya. Serangan mortir tersebut mengakibatkan kerusakan di beberapa rumah penduduk, akan tetapi, dari pihak TNI dan rakyat desa tidak ada korban jiwa satupun
http://eprints.uny.ac.id/21737/4/BAB III.pdf
Kirim Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui Admin